Hasil Belajar
Hasil Belajar Matematika
Akhir dari suatu proses pembelajaran adalah hasil
belajar. Oleh karenanya, hasil belajar dapat menentukan apakah proses belajar
berjalan dengan baik atau tidak. Bagaimana kognitif, afektif, dan psikomotorik
peserta didik dapat diketahui melalui hasil belajar. Biasanya, hasil belajar
adalah sesuatu yang ditunggu oleh seorang peserta didik karena dengan melihat
hasil belajar mereka dapat mengetahui tentang sejah mana ilmu pengethuan yang
mereka miliki.
Hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan
tertentu baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai
peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar. Hamalik, menjelaskan
bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, dan sikap-sikap serta kemampuan peserta didik. Lebih
lanjut Sudjana, berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya.[1]
Hasil belajar dapat diketahui melalui penilaian,
karena pada dasarnya hasil belajar dilihat dalam bentuk penilaian. Baik itu
penilaian kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penilaian dapat diambil dari
proses pembelajaran, suatu tes (ujian), pelaksanaan tugas, dan lain-lain.
Selama pembelajaran, guru memantau aktivitas peserta didik dan menilainya.
Dengan tes (ujian), guru dapat menilai aspek kognitif siswa. Dengan pelaksanaan
tugas, seperti keterampilan untuk membuat suatu karya, guru dapat melihat aspek
psikomorik.
Griffin dan Nix dalam Kunandar mendeksripsikan
penilaian (assesment) sebagai suatu cara yang digunakan untuk menilai unjuk
kerja individu atau kelompok. Sedangkan Pophan mendeskripsikan penilaian adalah
sebuah usaha secara formal untuk menentukan status peserta didik berkenaan
dengan berbagai kepentingan pendidikan. Sementara itu, menurut Jihad dan Haris
pengertian penilaian adalah proses memberikan atau menentukan terhadap hasil
belajar tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Dalam pandangan Gronlund
penilaian adalah suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis, dan
interpretasi informasi atau data untuk menentukan sejauh mana peserta didik
telah mencapai tujuan pembelajaran.[2]
1.
Penilaian Aspek
Kognitif
Pada
umumnya, hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek. Yaitu; ranah
kognitif, psikomotor, dan afektid. Secara ekplisist, ketiga aspek tersebut
tidak dipisahkan satu sama yang lain. Adapun jenis mata ajarnya selalu
mengandung tiga aspek tersebut namun memiliki penekanan yang berbeda. Untuk
aspek kognitif lebih menekankan kepada teori, aspek psikomotor menekankan pada
praktek dan kedua spek ersebut selalu mengandung aspek afektif.
Aspek
kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan
memahami, menghafal, mengaplikasikan, manganalisis, mensintesis, dan kemampuan
mengevaluasi. Menurut taksonomi Bloom (Sax, 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan
berfikir secara hirarkis yang terdiri dari pengethuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi.
Tujuan
aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan
intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai kepada kemampuan
pemecahan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggambungkan
beberapa ide, gagasan, metode, atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan
masalah tersebut.
Aspek
kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek beljar yang berbeda-beda.
Keenam tingkat tersebut, yaitu:
·
Tingkat
pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut sisw untuk mampu mengingat
(recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta,
rumus, terminologi strategi problem solving, dan lain sebagainya.
·
Tingkat
Pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungakan
dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui
dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan
atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
·
Tingkat
penerapan (Application), penerapan merupakan kemampuan untuk menerapkan atau
menggunakan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta
memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
·
Tingkat analisis
(analysis), analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi, memisahkan dan
membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi,
hipotesa, atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat
ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan
menunjukkan hubungan di antara gagasan tersebut dengan standar, prinsip, atau
prosedur yng telah dipelajari.
·
Tingkat sintesis
(synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur
pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
·
Tingkat evaluasi
(evaluation), evaluasi merupkan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik
mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, etode,
produk, atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.[3]
2.
Penilain Aspek Afektif
Life
skill merupkan bagian dari kompetensi lulusan sebagai hasil proses pembelajaran.
Pophan (1995), mengatakan bahwa ranah afektif menentukan keberhasilan belajar
seseorang. Artinya ranah afektif sangan menentukan keberhasilan seorang peserta
didik untuk mencapai ketuntasan dalam proses pembelajaran.
Menurut
Karthwoll (1961), bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai
komponen afektif. Peringkat ranah afektif menurut taksonomi Karthwoll ada 5,
yaitu: receiving (attending), repondig, valuing, organization, dan
characterization.
·
Pada peringkat
receiving/attending (menerima), peserta didik memiliki keinginan untuk
memperhatikan suatu fenomena khusus (stimulus).
·
Responding
(tanggapan) merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian
dari perilakunya.
·
Valuing
(menilai) melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan
derajat internalisasi dan komitmen.
·
Pada tingkat
organization (organisasi) antara nilai yang satu dengan nilai yang lain
dikaitkan dan konflik antar nilai diselesaikan, serta mulai membangun sistem
nilai internal yang konsisten.
·
Pada ranah
afektif, peringkat tertinggi adalah characterization (karakterisasi) nilai.
Pada peringkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan
prilaku sampai pada suatu waktu tertentu hingga terbentk pola hidup.[4]
3.
Penilaian Aspek
Psikomotor
Menurut singer (1972)mata ajar yang
termasuk kelompok mata ajar psikomotor adalah mata ajar yang lebih berorientasi
pada gerakan dan menekankan pada reaksi-reaksi fisik. Sedangkan menurut Mager
(T.Th) berpendapat bahwa mata ajar yang termasuk dalam kelompok mata ajar
psikomotor adalah mata ajar yang mencakup gerakan fisik dan keterampilan
tangan.
Sedangkan menurut Sax dalam Mardapi
(2003), dikatakan bahwa psikomotor mempunai enam peringkat, yaitu gerakan
refleks, gerakan dasar, kemampuan perceptual, gerakan fisik, gerakan termpil,
dan komunikasi nondiskursip. Gerakan refleks adalah respon motor atau gerak
tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang
mengarah pada keterampilan kompleks yang khusus. Kemampuan perceptual adalah kombinasi
kemampuan kognitif dan motor atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk
mengembangkan gerakan yang paling terampil. Gerakan terampil adalah gerakan
yang memerlukan belajar, seperti keterampilan olahraga. Komunikasi nondiskursip
adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.[5]
Belajar matematika merupakan suatu proses untuk
mentransfer pengetahuan matematika serta menginternalisasikan matemtika dalam
kehidupan sehari-hari. Jadi, hasil belajar matematika merupakan nilai yang
didapatkan melalui proses belajar matematika itu sendiri.
[1] Kunandar. 2014. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar
Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013). Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. h. 62.
[2] Ibid. 65-66.
[3] Mimin Haryati. 2009. Model dan Teknik Penilaian Pada Tingkat
Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.h. 22-24.
[4] Ibid. h. 36-38.
[5] Ibid. h. 25-26.