a.
Teori Pelanggaran Harapan
Judee
Burgoon (1978, 1983, 1985) dan Steven Jones(Burgoon & Jones 1976) pertama
kali merancang Teori PelanggaranHarapan, atau yang pada umumnya lebih dikenal
sebagai TeoriPelanggaran Harapan Nonverbal (Nonverbal Expectancy
ViolationTheory / NEV Theory) yang mana bertujuan Untuk menjelaskankonsekuensi
dari perubahan jarak dan ruang pribadi selama interaksi komunikasi antar pribadi.
Nonverbal
Expectancy Violation (NEV) Theory adalah salahsatu teori pertama tentang
komunikasi nonverbal yangdikembangkan oleh sarjana komunikasi. NEV Theory
secara terusmenerus ditinjau kembali dan diperluas. Dewasa ini teori
NEVdigunakan untuk menjelaskan suatu cakupan luas dari hasilkomunikasi yang
dihubungkan dengan pelanggaran harapan tentangperilaku komunikasi nonverbal
(Infante, 2003: 177).
Esensi
Teori
Teori
ini bertolak dari keyakinan bahwa kita memiliki harapan-harapan tertentu
tentang bagaimana orang lain sepatutnyaberperilaku atau bertindak ketika
berinteraksi ataupun menjalinkomunikasi dengan kita. Kepatutan tindakan
tersebut padaprinsipnya diukur berdasarkan norma-norma sosial yang berlakuatau
berdasarkan kerangka pengalaman kita sebelumnya (Field ofExperience). Terpenuhi
atau tidaknya ekspektasi ini akanmempengaruhi bukan saja cara interaksi kita
dengan mereka tapijuga bagaimana penilaian kita terhadap mereka serta
bagaimanakelanjutan hubungan kita dengan mereka
Bertolak
dari pernyataan diatas kemudian Teori iniberasumsi bahwa setiap orang memiliki
harapan - harapan tertentupada perilaku Nonverbal orang lain. Jika harapan
tersebut dilanggarmaka orang akan bereaksi dengan memberikan penilaian positif
ataunegatif sesuai karakteristik pelaku pelanggaran tersebut.
Sebuah
contoh kecil mungkin akan memperjelaspemahaman anda tentang asumsi teori ini.
Anggaplah anda seoranggadis jujur yang sedang ditaksir oleh dua orang pemuda.
Anda tidakbingung karena jelas anda hanya menyukai salah seorang diantaramereka.
Apa yang terjadi ketika pemuda yang anda senangi tersebutmenemui anda dan
berdiri terlalu dekat sehingga melanggar jarakkomunikasi antarpribadi yang
diterima secara normatif? Besarkemungkinan anda akan menilainya secara positif.
Itulah tandaperhatian yang tulus atau itulah perilaku pria sejati ujar anda.
Namunbagaimana halnya bila yang melakukan tindakan tersebut pria yangbukan anda
senangi? Tentunya Anda akan bereaksi secara negatif.Anda akan mengatakan bahwa
orang itu tidak tahu sopan santunatau mungkin dalam hati anda akan berujar “Dasar lu, kagak
tahu diridan tidak punya sopan santun terhadap wanita!”
Jadi
kita menilai suatu pelanggaran didasarkan padabagaimana perasaan kita pada
orang tersebut. Bila kita menyukaiorang tersebut maka besar kemungkinan kita
akan menerimapelanggaran tersebut sebagai sesuatu yang wajar dan
menilainyasecara positif. Sebaliknya bila sumber pelanggaran dipersepsi
tidakmenarik atau kita tidak menyukainya maka kita akan menilaipelanggaran
tersebut sebagai sesuatu yang negatif.
Menurut
NEV Theory, beberapa faktor saling berhubunganuntuk mempengaruhi bagaimana kita
bereaksi terhadap pelanggarandari jenis perilaku nonverbal yang kita harapkan
untuk menghadapisituasi tertentu . Ada tiga konstruk pokok dari teori ini yakni
;Harapan (Expectancies), Valensi Pelanggaran (Violations Valence),dan Valensi
Ganjaran Komunikator (Communicator Reward Valence)(Griffin, 2004: 88).
1. Expectancies
(Harapan)
Faktor
Teori Pelanggaran Harapan (NEV Theory) yangpertama adalah mengenai bagaimana
cara kita untukmempertimbangkan harapan yang kita empuhnya. Melalui norma -norma sosial kita membentuk ”harapan”
tentang bagaimana oranglain (perlu) bertindak secara nonverbal
(dan secara lisan) ketika kitasaling berinteraksi dengan mereka. Harapan merujuk
pada pola -pola komunikasi yang diantisipasi oleh individu berdasarkan
pijakannormatif masing - masing individu atau pijakan kelompok. Jikaperilaku
orang lain menyimpang dari apa yang kita harapkan secarakhas, maka suatu
pelanggaran pengharapan telah terjadi. Apapun“yang diluar kebiasaan” menyebabkan kita untuk mengambil
reaksikhusus
(menyangkut) perilaku itu. Sebagai contoh, kita akanberekasi (dan mungkin
dengan sangat gelisah / tidak nyaman) jikaseorang asing meminta berdiri sangat
dekat dengan kita. Dengancara yang sama, kita akan bereaksi lain jika orang
yang pentingdengan kita berdiri sangat jauh sekali dari kita pada suatu pesta.
Dengan
kata lain kita memiliki harapan terhadap tingkah lakunonverbal apa yang pantas
dilakukan orang lain terhadap diri kita.Jika perilaku nonverbal seseorang,
ketika berkomunikasi dengankita, sesuai atau kurang lebih sama dengan
pengharapan kita, makakita akan merasa nyaman baik secara fisik maupun
psikologis.
Persoalannya
adalah tidak selamanya tingkah laku orang lain samadengan apa yang kita
harapkan. Bila hal ini terjadi, maka akan terjadigangguan psikologis maupun
Kognitif dalam diri kita baik yangsifatnya positif ataupun negatif. Suatu
pelanggaran dari harapannonverbal kita dapat mengganggu ketenangan; hal
tersebut dapatmenyebabkan bangkitnya suasana emosional (Infante, 2003: 177).
Kita
mempelajari harapan dari sejumlah sumber (Floyd,Ramirez & Burgoon, 1999).
Pertama, budaya di mana kita tinggal membentuk harapan kita tentang beragam
jenis perilaku komunikasi,termasuk komunikasi nonverbal. Pada budaya yang
menganut“contact culture” kontak mata lebih
banyak terjadi, sentuhan lebihsering, dan zone jarak pribadi jauh
lebih kecil dibanding pada budayayang menganut “noncontact culture”. Konteks di mana interaksiberlangsung
juga berdampak pada harapan tentang perilaku oranglain. Sebagian besar dari
kontak mata dari orang lain secara atraktifmungkin dilihat sebagai undangan
jika konteks dari interaksiberlangsung dalam pertemuan klub sosial, sedangkan
perilakunonverbal yang sama mungkin dilihat sebagai ancaman jika
perilakutersebut diperlihatkan pada penumpang yang berjumlah sedikit didalam
kereta bawah tanah yang datang terlambat pada malam hari.Tergantung pada konteks, “belaian boleh
menyampaikan simpati,kenyamanan, kekuasaan, kasih sayang,
atraksi, ataupun hawanafsu”
(Burgoon, Coker & Coker 1986).
Makna
tergantung pada situasi dan hubungan diantaraindividu-individu. Pengalaman
pribadi kita juga mempengaruhiharapan. Kondisi interaksi kita yang berulang
akan mengharapkanterjadinya perilaku tertentu. Jika kawan sekamar kita yang
biasanyaperiang tiba - tiba berhenti tersenyum ketika kita masuk kamar,
kitamenghadapi suatu situasi yang jelas berbeda dengan harapan. NEVTheory menyatakan bahwa harapan
“meliputi penilaian tentangperilaku yang mungkin, layak,
sesuai, dan khas untuk suasanatertentu, sesuai tujuan, dan merupakan bagian
yang tidakterpisahkan
dari partisipan” (Burgoon& Hale, 1988, hal.
60).(Infante, 2003: 178).
2. Violation
Valence (Valensi Pelanggaran)
Ketika
harapan nonverbal kita dilanggar oleh orang lain, kitakemudian melakukan
penafsiran sekaligus menilai apakahpelanggaran tersebut positif ataukah
negatif. Penafsiran dan evaluasikita tentang perilaku pelanggaran harapan
nonverbal yang biasadisebut Violation Valenceatau, Valensi Pelanggaran
adalah elemenkedua yang penting dari NEV Theory.NEV Theory berasumsi bahwa
perilaku nonverbal adalahpenuh arti dan kita mempunyai sikap tentang perilaku
nonverbalyang diharapkan. Kita bersepakat tentang beberapa hal dan tidaksetuju
tentang beberapa hal yang lain. Valensi adalah istilah yangdigunakan untuk
menguraikan evaluasi tentang perilaku. Perilakutertentu jelas - jelas divalensi
secara negatif, seperti perlakuan tidaksopan atau isyarat yang menghina (seseorang, “menghempaskanburungmu
atau memelototkan matanya pada kamu), contoh tersebutmemiliki nilai ambiguitas,
yang mana satu kata memiki banyak artiatau pemahaman.
Perilaku
lain divalensi secara positif (seseorang memberiisyarat “v” untuk kemenangan karena perbuatan tertentu ataumenga-cungkan
ibu jari untuk jaket penghangat baru milikmu).
Sebagai
contoh, bayangkan kamu berada di suatu pesta danseorang asing yang baru
diperkenalkan tanpa diduga – dugamenyentuh tanganmu. Karena kamu baru saja
berjumpa orang itu,perilaku tersebut bisa jadi mengacaukan sikapmu. Kamu
mungkinmenginterpretasikan perilaku tersebut sebagai kasih sayang,
suatuundangan untuk menjadi teman, atau sebagai suatu isyaratkekuasaan. NEV
Theory berargumen bahwa jika perilaku yangdiberikan lebih positif dibanding dengan
apa yang diharapkan,hasilnya adalah pelanggaran harapan yang positif. Dan
sebaliknya,jika perilaku yang diberikan lebih negatif dibanding dengan apa
yangdiharapkan, menghasilkan suatu pelanggaran harapan yang negatif.(Infante,
2003: 178).
Hal
ini disebut juga sebagai Violation Valence atau ValensiPelanggaran. Violation
Valence dikatakan positif bila kita menyukaitindakan pelanggaran tersebut, dan
sebaliknya dikatakan negatif jikakita tidak menyukai pelanggaran tersebut.
3. Communicator
Reward Valence (Valensi GanjaranKomunikator)
Valensi
Ganjaran Komunikator adalah unsur yang ketiga,yang mempengaruhi reaksi kita
disaat berinteraksi. Sifat alamihubungan antara komunikator mempengaruhi
bagaimana mereka(terutama penerima) merasakan tentang pelanggaran harapan. Jikakita “menyukai” sumber dari
pelanggaran (atau jika pelanggar adalahseseorang yang memiliki
status yang tinggi, kredibilitas yang tinggi,atau secara fisik menarik), kita
boleh menghargai perlakuan yangunik
tersebut. Bagaimanapun, jika kita ” tidak menyukai” sumber, kitalebih
sedikit berkeinginan memaklumi perilaku nonverbal yang tidakmenepati norma -
norma sosial, kita memandang pelanggaransecara negatif. (Infante, 2003: 178).
Dengan
kata lain jika kita menyukai orang yang melanggartersebut, kita tidak akan
terfokus pada pelanggaran yang dibuatnya,justru kita cenderung berharap agar
orang tersebut tidak mematuhinorma - norma yang berlaku. Sebaliknya bila orang
yang melanggartersebut adalah orang yang tidak kita sukai, maka kita akan
terfokuspada pelanggaran atau kesalahannya dan berharap orang tersebutmematuhi
atau tidak melanggar norma-norma sosial yang berlaku.
Valensi
Ganjaran Komunikator adalah keseluruhan sifat-sifatpositif maupun negatif yang
dimiliki oleh komunikator termasukkemampuan komunikator dalam memberikan
keuntungan / ganjaranatau kerugian kepada kita di masa datang. Status sosial,
jabatan,keahlian tertentu atau penampilan fisik yang menarik darikomunikator
dianggap sebagai sumber ganjaran yang potensial.Orang-orang yang masuk dalam kategori
ini dalam istilah Burgoondisebut High-Reward Person. Sementara kebodohan atau
kejelekanrupa misalnya, dinilai sebagai yang sumber tidak potensial
dalammemberikan keuntungan berkomunikasi dan mereka yang beradadalam posisi ini
disebut dengan istilah Low-Reward Person. Dalamkonstruk Communicator Reward
Valence juga tercakup hasil darikalkulasi atau udit mental tentang apa
keuntungan atau kerugian darisuatu transaksi komunikasi dengan orang lain.
NEV
Theory mengusulkan sebagai fakta bahwa hal tersebuttidak hanya sesuatu
pelanggaran perilaku nonverbal dan reaksikepada nya. Sebagai gantinya, NEV
Theory berargumen bahwasiapa yang melakukan berbagai hal pelanggaran masi
harusdikelompokkan dalam rangka menentukan apakah suatupelanggaran akan dilihat
sebagai negatif atau positif. Tidak samadengan model interaksi nonverbal
lainnya seperti teori penimbulanpertentangan / discrepancy arousal theory
(Lepoire & Burgoon,1994),
NEV Theory meramalkan bahkan suatu “pelanggaran yangekstrim dari suatu harapan”
boleh jadi dipandang secara positif jikaitu dilakukan oleh
komunikator yang mendapat penghargaan tinggi(Burgoon & Hale, 1988, hal.63).
(Infante, 2003: 179).
Di
samping tiga konstruk pokok sebagaimana diuraikan diatas, Burgoon juga
mengajukan sebelas proposisi yang menjadilandasan teoritisnya (Burgooon, 1978:
129-142). Proposisi-proposisi ini tidak mengalami perubahan sejak penabalan
teori inipada tahun 1978. Berikut adalah kesebelas proposisi tersebut :
·
Manusia memiliki dua kebutuhan yang
saling berlomba untuk dipenuhi, yakni kebutuhan untuk berkumpul atau bersama
samadengan orang lain dan kebutuhan untuk menyendiri (personalspace). Kedua
kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi secarabersamaan, harus terpisah satu
persatu.
·
Hasrat untuk bergabung dengan orang lain
digerakkan ataudiperbesar oleh hadirnya ganjaran dalam konteks
komunikasi.Ganjaran tersebut dapat bersifat biologis maupun sosial.
·
Semakin tinggi derajat suatu situasi
atau seseorang dianggapmenguntungkan (rewarding), semakin besar
kecenderunganorang untuk mendekati seseorang atau situasi tersebut.Sebaliknya
semakin tinggi seseorang atau suatu situasidipandang tidak memberikan manfaat
semakin besarkecenderungan orang untuk menghindari seseorang atau
situasitersebut.
·
Manusia memiki kemampuan untuk merasakan
gradasi dalamjarak Pola interaksi manusia, termasuk ruang pribadi atau
polajarak, bersifat normatif.
·
Manusia dapat mengembangkan suatu pola
tingkah laku yangberbeda dari norma - norma social.
·
Dalam konteks komunikasi manapun,
norma-norma adalahfungsi dari faktor (1) karakteristik orang yang berinteraksi,
(2)bentuk dari interaksi itu sendiri dan (3) lingkungan sekitar saatkomunikasi
berlangsung.
·
Manusia mengembangkan harapan-harapan
tertentu padaperilaku komunikasi orang lain. Konsekuensinya tiap orangmemiliki
kemampuan untuk membedakan atau setidaknyamemberikan tanggapan secara berbeda
terhadap perilakukomunikasi orang lain yang menyimpang atau sejalan dengannorma
- norma sosial.
·
Penyimpangan dari harapan - harapan yang
muncul akanmembangkitkan tanggapan tertentu.
·
Orang - orang yang berinterkasi membuat
evaluasi terhadaporang lain.
·
Penilaian - penilaian yang dilakukan
dipengaruhi oleh persepsiterhadap sumber, bila sumber dihormati atau dianggap
dapatmemberikan ganjaran maka pesan komunikasinya akandianggap penting pula demikian
sebaliknya (Venus: 2004: 484)
·
Communicator Reward Valence atau
Penghargaan yangdiharapkan seseorang didalam hidupnya.
Proposisi pertama
sebagaimana dinyatakan diatas menurutNeuliep (2000) dirujuk dari konsep -
konsep dasar ilmu Antropologi,sosiologi dan Psikologi yang meyakini bahwa
manusia adalahmahluk sosial yang memiliki naluri biologis untuk berdekatan
atauhidup bersama orang lain. Sebaliknya manusia tidak bisamentoleransi
kedekatan fisik yang berlebihan karena manusiamemiliki kebutuhan terhadap ruang
pribadi dan privasi.Meski proposisi pertama ini tampaknya berlaku
universal,namun kapan dan bagaimana derajat kebutuhan orang untukmenyendiri
atau bersama orang lain sepenuhnya ditentukan secarakultural.
Proposisi kedua
mengindikasikan bahwa hubungan kitadengan orang lain dipicu oleh ganjaran dalam
konteks komunikasi. Dalam hal ini ganjaran tersebut dapat bersifat biologis
(makanan, seks, atau rasa aman) atau sosial (rasa memiliki, harga diri atau status).
Kebutuhan biologis dapat dipastikan berlaku universal, namun kebutuhan sosial
umumnya dipelajari dari lingkungan dan akan berbeda dari satu budaya ke budaya
lain. Proposisi ketiga pada dasarnya menegaskan proposisi kedua dengan
menambahkan bahwa manusia cenderung tertarik pada situasi yang mendatangkan ganjaran
dan menghindari situsiasi komunikasi yang mengakibatkan kerugian. Proposisi ini
juga tampaknya bersifat universal, namun perlu dicatat bahwa apa yang dianggap
sebagai situasi yang menguntungkan atau merugikan akan dipahami secara berlainan
dalam budaya yang berbeda.
Proposisi keempat manusia
memiliki kemampuan untuk merasakan berbagai bentuk perbedaan dalam penggunaan
jarak berkomunikasi. Atas dasar ini tiap individu dapat mengatakan kapan sesorang
berbicara terlalu dekat atau terlalu jauh dengan dirinya. Proposisi kelima terkait
dengan penepatan perilaku nonverbal yang bersifat normatif Perilaku normatif
disini diartikan sebagai perilaku yang umumnya diterima secara sosial dan
memiliki pola - pola yang khas.
Proposisi keenam
menegaskan bahwa meskipun tiap-tiapindividu mengikuti aturan - aturan
komunikasi verbal dan nonverbalyang normatif, tiap orang juga pada prinsipnya
dapat mengembangkan gaya interaksi yang bersifat personal yang khas bagi
dirinya sendiri.
Proposisi ketujuh
menyatakan bahwa norma–norma komunikasi pada dasarnya merupakan fungsi dari
karakteristik pelaku komunikasi (seperti jenis kelamin dan usia), karakteristik
interaksi (misalnya derajat keakraban pelaku komunikasi dan status sosial
masing - masing), serta karakteristik lingkungan yang meliputi seluruh aspek
yang terkait dengan penataan tempat terjadinya peristiwa komunikasi.
Proposisi kedelapan
berhubungan dengan unsur kunci teori ini yaitu konsep Ekspektasi. Dalam hal ini
Burgon berpendapat bahwa selama proses komunikasi berlangsung pelaku komunikasi
mengembangkan harapan harapan tertentu pada perilaku nonverbal orang lain.
Siapapun yang menjadi mitra komunikasi kita diharapkan dan diantisipasi
berperilaku secara patut sesuai situasi yang dihadapi. Harapan-harapan
nonverbal tersebut didasarkan pada norma-norma hudaya yang secara sosial
berlaku pada suatu budaya tertentu. Namun demikian, pada kasus-kasus tertentu
boleh jadi orang berharap munculnya perilaku yang berbeda yang keluar dari
norma-norma yang berlaku.
Proposisi kesembilan
terkait dengan unsur kunci NEV theorylainnya yakni Pelanggaran Harapan
(Expectancy Violations). Sebagaimana dijelaskan di muka, ketika pengharapan
nonverbal seseorang dilanggar, orang tersebut akan bereaksi dengan cara menafsirkan
dan mengevaluasi apakah pelanggaran tersebut menguntungkan atau merugikan. Reaksi
yang muncul dapat berupa perilaku komunikasi yang bersifat adaptif atau
defensif.
Proposisi kesepuluh
berkenaan dengan penilaian-penilaian yang dibuat oleh seseorang terhadap
perilaku nonverbal orang lain.
Proposisi kesebelas
memperjelas bagaimana tindakan evaluatif tersebut dibuat. Dalam hal ini
ditegaskan bahwa faktor yang paling menentukan apakah suatu pelanggaran harapan
nonverbal akan dinilai positif atau negatif adalah derajat kemampuan komunikator
untuk memberikan reward pada mitra komunikasinya atau dalam istilah teori ini
disebut Communicator Reward Valence. Burgoon dan Joseph Walther ( 1990) menguji
berbagai touch-behaviors, proxemics, dan postures untuk menentukan mana yang
diharapkan atau tak diharapkan di dalam komunikasi antarpribadi dan bagaimana harapan
dipengaruhi oleh status sumber, daya pikat, dan gender. Beberapa penemuan
menunjukkanbahwa jabatan tangan paling diharapkan sedangkan lengan di bahu adalah
paling sedikit diharapkan. Perawakan tegap paling diharapkan dan perawakan yang
tegang paling sedikit diharapkan.(Infante, 2003: 179)
Suatu studi dengan
memanipulasikan nilai penghargaan dari komunikator dan valensi dan ekstrimitas
dari perilaku pelanggaran dilakukan untuk menyelidiki interaksi antara siswa
dan professor (Lannutti Laliker & Hall, 2001).
Penerapan Dan
Keterkaitan Teori
Pada awalnya teori Burgoon
ini hanya diterapkan dalam konteks pelanggaran penggunaan ruang dan jarak dalam
berkomunikasi (Spatial violations), namun sejak pertengahan tahun 1980-an
Burgoon menyadari bahwa perilaku penggunaan ruang dan jarak sebenarnya hanyalah
bagian dari sistem isyarat nonlinguistik dalam komunikasi nonverbal.
Berdasarkan pertimbangan ini kemudian Burgoon mulai menerapkan teori ini pada
aspek aspek komunikasi nonverbal lainnya seperti ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan
sampai pada isyarat gestural lainnya. Dengan perluasan ini maka keberlakukan
dan pemanfaatan teori ini menjadi semakin luas. Kini teori ini telah hadir di
tengah - tengah komunitas ilmuwan komunikasi selama lebih dari dua puluh tahun.
Banyak diantara peminat studi komunikasi yang menerapkan teori ini dalam konteks
komunikasi antarpribadi. Sayangnya menurut Neulip (2000) Penerapan teori ini
dalam konteks antarpribadi pada setting komunikasi antarbudaya terasa sangat
kurang sekali. Padahal teori ini merupakan salah satu terobosan untuk dapat
memahami dan mengidentifikasi pola-pola perilaku komunikasi berbagai kultur
budaya/masyarakat. Dengan memahami teori ini, lanjut Neulip, kita akan lebih
mengetahui faktor - faktor apa sebenarnya yang dapat melancarkan transaksi
komunikasi kita dengan orang lain yang berbeda budaya. Dalam hal keterkaitan
teoritis, dapat dikatakan setidaknya ada tiga teori yang secara langsung atau
tidak berkaitan dengan Teori Pelanggaran Harapan Nonverbal. Keempat teori
tersebut adalah Proxemics Theory, Anxiety / Uncertainty Management (AUM) Theory,
dan Social Exchange Theory (SET).
1. Proxemics
Theory
Proxemics
Theory merupakan akar dari perumusan asumsi-asumsi dalam teori pelanggaran
harapan nonverbal. Bertolak darikonsep penggunaan ruang dan jarak dalam
proksemikalah awalperjalanan teori ini dimulai, karena itu jelas kedua teori
ini tidak dapatdipisahkan.
2. Anxiety
/ Uncertainty Management (AUM) Theory
Dalam
menjelaskan hubungan antara NEV Theory denganAnxiety/Uncertainty Management
(AUM) Theory, Ting Tomey danChung (Gudykunst, et-al., 1996) menegaskan bahwa
kedua teoritersebut bersifat saling melengkapi. keterkaitan kedua teori
tersebutterutama tampak dalam hal penggunaan konsep ekspektasi dalamproses
interaksi, konsep ketidaknyamanan dalam komunikasi yangambigu atau
tindakan-tindakan mengevaluasi suatu perilakukomunikasi.
3. Social
Exchange Theory
Sementara
dengan Social Exchange Theory keterkaitan teoriini dapat dilihat dalam hal
penggunaan konsep ganjaran dan kerugian. Dalam hal ini kedua teori ini
berpendapat bahwa orang yang dipandang dapat memberikan ganjaran lebih
(High-Reward Person) akan menciptakan situasi komunikasi yang lebih favourable (nyaman).
Demikian berlaku sebaliknya bagi individu dalam kategori Low-Reward Person.
Evaluasi Dan
Perkembangan Teori
Burgoon (Liltlejohn,
1996; Griffin,2000) secara konsisten mengembangkan teori ini sejak penabalannya
pada tahun 1978. Beberapa perbaikan yang dengan mudah dapat diidentifikasi diantaranya
mencakup penyederhanaan empat konstruk teori ini yang semula meliputi Harapan
(Expectancies), Pelanggaran Harapan (Expectancy- Violations), dan Valensi
Komunikator (Communicator Valence) dan Valensi Pelanggaran (Violation Valence)
menjadi tiga yakni dengan tetap mempertahankan konstruk Harapan (Expectancies),
dan Pelanggaran Harapan (Expectancy Violations), serta menggabungkan Valensi
Komunikator dan Valensi Pelanggaran menjadi satu konstruk Valensi Ganjaran Komunikator
(Communicator Reward Valence). Dalam hal keterandalan teori, James W. Neuliep
(2000) menyatakan bahwa tidak sedikit temuan - temuan penelitian yang mendukung
teori Pelanggaran Harapan Nonverbal ini. Demikian pula penelitian yang
dilakukan Kernahan, Bartholow dan Battencourt (Wise, 2000) yang berjudul Effects
of Category-Based Expectancy on Affect-Related Evaluation yang diterbitkan
dalam Journal of Basic and Applied Social Psychology edisi 22/2000 juga
mendukung keberlakuan teori Pelanggaran Harapan Nonverbal dalam konteks
komunikasi antarbudaya. Meski banyak dukungan diberikan oleh ilmuwan komunikasi
terhadap keberlakuan teori Pelanggaran Harapan Nonverbal, namunteori ini tidak
terbebas dari kritikan. Salah satunya disampaikanGriffin (2000) yang menyatakan
bahwa teori ini tidak sepenuhnya memperhitungkan mengenai hubungan timbal balik
di antara pelaku komunikasi dalam suatu proses interaksi. Tampak jelas bahwa penilaian
terhadap pelanggaran nonverbal dilakukan hanya oleh pihak yang dilanggar bukan
oleh kedua belah pihak.(Dari berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar