background img

The New Stuff

Teori Pelanggaran Harapan



a.      Teori Pelanggaran Harapan
Judee Burgoon (1978, 1983, 1985) dan Steven Jones(Burgoon & Jones 1976) pertama kali merancang Teori PelanggaranHarapan, atau yang pada umumnya lebih dikenal sebagai TeoriPelanggaran Harapan Nonverbal (Nonverbal Expectancy ViolationTheory / NEV Theory) yang mana bertujuan Untuk menjelaskankonsekuensi dari perubahan jarak dan ruang pribadi selama interaksi komunikasi antar pribadi.
Nonverbal Expectancy Violation (NEV) Theory adalah salahsatu teori pertama tentang komunikasi nonverbal yangdikembangkan oleh sarjana komunikasi. NEV Theory secara terusmenerus ditinjau kembali dan diperluas. Dewasa ini teori NEVdigunakan untuk menjelaskan suatu cakupan luas dari hasilkomunikasi yang dihubungkan dengan pelanggaran harapan tentangperilaku komunikasi nonverbal (Infante, 2003: 177).

Esensi Teori
Teori ini bertolak dari keyakinan bahwa kita memiliki harapan-harapan tertentu tentang bagaimana orang lain sepatutnyaberperilaku atau bertindak ketika berinteraksi ataupun menjalinkomunikasi dengan kita. Kepatutan tindakan tersebut padaprinsipnya diukur berdasarkan norma-norma sosial yang berlakuatau berdasarkan kerangka pengalaman kita sebelumnya (Field ofExperience). Terpenuhi atau tidaknya ekspektasi ini akanmempengaruhi bukan saja cara interaksi kita dengan mereka tapijuga bagaimana penilaian kita terhadap mereka serta bagaimanakelanjutan hubungan kita dengan mereka
Bertolak dari pernyataan diatas kemudian Teori iniberasumsi bahwa setiap orang memiliki harapan - harapan tertentupada perilaku Nonverbal orang lain. Jika harapan tersebut dilanggarmaka orang akan bereaksi dengan memberikan penilaian positif ataunegatif sesuai karakteristik pelaku pelanggaran tersebut.
Sebuah contoh kecil mungkin akan memperjelaspemahaman anda tentang asumsi teori ini. Anggaplah anda seoranggadis jujur yang sedang ditaksir oleh dua orang pemuda. Anda tidakbingung karena jelas anda hanya menyukai salah seorang diantaramereka. Apa yang terjadi ketika pemuda yang anda senangi tersebutmenemui anda dan berdiri terlalu dekat sehingga melanggar jarakkomunikasi antarpribadi yang diterima secara normatif? Besarkemungkinan anda akan menilainya secara positif. Itulah tandaperhatian yang tulus atau itulah perilaku pria sejati ujar anda. Namunbagaimana halnya bila yang melakukan tindakan tersebut pria yangbukan anda senangi? Tentunya Anda akan bereaksi secara negatif.Anda akan mengatakan bahwa orang itu tidak tahu sopan santunatau mungkin dalam hati anda akan berujar “Dasar lu, kagak tahu diridan tidak punya sopan santun terhadap wanita!”
Jadi kita menilai suatu pelanggaran didasarkan padabagaimana perasaan kita pada orang tersebut. Bila kita menyukaiorang tersebut maka besar kemungkinan kita akan menerimapelanggaran tersebut sebagai sesuatu yang wajar dan menilainyasecara positif. Sebaliknya bila sumber pelanggaran dipersepsi tidakmenarik atau kita tidak menyukainya maka kita akan menilaipelanggaran tersebut sebagai sesuatu yang negatif.
Menurut NEV Theory, beberapa faktor saling berhubunganuntuk mempengaruhi bagaimana kita bereaksi terhadap pelanggarandari jenis perilaku nonverbal yang kita harapkan untuk menghadapisituasi tertentu . Ada tiga konstruk pokok dari teori ini yakni ;Harapan (Expectancies), Valensi Pelanggaran (Violations Valence),dan Valensi Ganjaran Komunikator (Communicator Reward Valence)(Griffin, 2004: 88).
1.      Expectancies (Harapan)
Faktor Teori Pelanggaran Harapan (NEV Theory) yangpertama adalah mengenai bagaimana cara kita untukmempertimbangkan harapan yang kita empuhnya. Melalui norma -norma sosial kita membentuk ”harapan” tentang bagaimana oranglain (perlu) bertindak secara nonverbal (dan secara lisan) ketika kitasaling berinteraksi dengan mereka. Harapan merujuk pada pola -pola komunikasi yang diantisipasi oleh individu berdasarkan pijakannormatif masing - masing individu atau pijakan kelompok. Jikaperilaku orang lain menyimpang dari apa yang kita harapkan secarakhas, maka suatu pelanggaran pengharapan telah terjadi. Apapun“yang diluar kebiasaan” menyebabkan kita untuk mengambil reaksikhusus (menyangkut) perilaku itu. Sebagai contoh, kita akanberekasi (dan mungkin dengan sangat gelisah / tidak nyaman) jikaseorang asing meminta berdiri sangat dekat dengan kita. Dengancara yang sama, kita akan bereaksi lain jika orang yang pentingdengan kita berdiri sangat jauh sekali dari kita pada suatu pesta.
Dengan kata lain kita memiliki harapan terhadap tingkah lakunonverbal apa yang pantas dilakukan orang lain terhadap diri kita.Jika perilaku nonverbal seseorang, ketika berkomunikasi dengankita, sesuai atau kurang lebih sama dengan pengharapan kita, makakita akan merasa nyaman baik secara fisik maupun psikologis.
Persoalannya adalah tidak selamanya tingkah laku orang lain samadengan apa yang kita harapkan. Bila hal ini terjadi, maka akan terjadigangguan psikologis maupun Kognitif dalam diri kita baik yangsifatnya positif ataupun negatif. Suatu pelanggaran dari harapannonverbal kita dapat mengganggu ketenangan; hal tersebut dapatmenyebabkan bangkitnya suasana emosional (Infante, 2003: 177).
Kita mempelajari harapan dari sejumlah sumber (Floyd,Ramirez & Burgoon, 1999). Pertama, budaya di mana kita tinggal membentuk harapan kita tentang beragam jenis perilaku komunikasi,termasuk komunikasi nonverbal. Pada budaya yang menganut“contact culture” kontak mata lebih banyak terjadi, sentuhan lebihsering, dan zone jarak pribadi jauh lebih kecil dibanding pada budayayang menganut “noncontact culture”. Konteks di mana interaksiberlangsung juga berdampak pada harapan tentang perilaku oranglain. Sebagian besar dari kontak mata dari orang lain secara atraktifmungkin dilihat sebagai undangan jika konteks dari interaksiberlangsung dalam pertemuan klub sosial, sedangkan perilakunonverbal yang sama mungkin dilihat sebagai ancaman jika perilakutersebut diperlihatkan pada penumpang yang berjumlah sedikit didalam kereta bawah tanah yang datang terlambat pada malam hari.Tergantung pada konteks, “belaian boleh menyampaikan simpati,kenyamanan, kekuasaan, kasih sayang, atraksi, ataupun hawanafsu” (Burgoon, Coker & Coker 1986).
Makna tergantung pada situasi dan hubungan diantaraindividu-individu. Pengalaman pribadi kita juga mempengaruhiharapan. Kondisi interaksi kita yang berulang akan mengharapkanterjadinya perilaku tertentu. Jika kawan sekamar kita yang biasanyaperiang tiba - tiba berhenti tersenyum ketika kita masuk kamar, kitamenghadapi suatu situasi yang jelas berbeda dengan harapan. NEVTheory menyatakan bahwa harapan “meliputi penilaian tentangperilaku yang mungkin, layak, sesuai, dan khas untuk suasanatertentu, sesuai tujuan, dan merupakan bagian yang tidakterpisahkan dari partisipan” (Burgoon& Hale, 1988, hal. 60).(Infante, 2003: 178).
2.      Violation Valence (Valensi Pelanggaran)
Ketika harapan nonverbal kita dilanggar oleh orang lain, kitakemudian melakukan penafsiran sekaligus menilai apakahpelanggaran tersebut positif ataukah negatif. Penafsiran dan evaluasikita tentang perilaku pelanggaran harapan nonverbal yang biasadisebut Violation Valenceatau, Valensi Pelanggaran adalah elemenkedua yang penting dari NEV Theory.NEV Theory berasumsi bahwa perilaku nonverbal adalahpenuh arti dan kita mempunyai sikap tentang perilaku nonverbalyang diharapkan. Kita bersepakat tentang beberapa hal dan tidaksetuju tentang beberapa hal yang lain. Valensi adalah istilah yangdigunakan untuk menguraikan evaluasi tentang perilaku. Perilakutertentu jelas - jelas divalensi secara negatif, seperti perlakuan tidaksopan atau isyarat yang menghina (seseorang, “menghempaskanburungmu atau memelototkan matanya pada kamu), contoh tersebutmemiliki nilai ambiguitas, yang mana satu kata memiki banyak artiatau pemahaman.
Perilaku lain divalensi secara positif (seseorang memberiisyarat “v” untuk kemenangan karena perbuatan tertentu ataumenga-cungkan ibu jari untuk jaket penghangat baru milikmu).
Sebagai contoh, bayangkan kamu berada di suatu pesta danseorang asing yang baru diperkenalkan tanpa diduga – dugamenyentuh tanganmu. Karena kamu baru saja berjumpa orang itu,perilaku tersebut bisa jadi mengacaukan sikapmu. Kamu mungkinmenginterpretasikan perilaku tersebut sebagai kasih sayang, suatuundangan untuk menjadi teman, atau sebagai suatu isyaratkekuasaan. NEV Theory berargumen bahwa jika perilaku yangdiberikan lebih positif dibanding dengan apa yang diharapkan,hasilnya adalah pelanggaran harapan yang positif. Dan sebaliknya,jika perilaku yang diberikan lebih negatif dibanding dengan apa yangdiharapkan, menghasilkan suatu pelanggaran harapan yang negatif.(Infante, 2003: 178).
Hal ini disebut juga sebagai Violation Valence atau ValensiPelanggaran. Violation Valence dikatakan positif bila kita menyukaitindakan pelanggaran tersebut, dan sebaliknya dikatakan negatif jikakita tidak menyukai pelanggaran tersebut.
3.      Communicator Reward Valence (Valensi GanjaranKomunikator)
Valensi Ganjaran Komunikator adalah unsur yang ketiga,yang mempengaruhi reaksi kita disaat berinteraksi. Sifat alamihubungan antara komunikator mempengaruhi bagaimana mereka(terutama penerima) merasakan tentang pelanggaran harapan. Jikakita “menyukai” sumber dari pelanggaran (atau jika pelanggar adalahseseorang yang memiliki status yang tinggi, kredibilitas yang tinggi,atau secara fisik menarik), kita boleh menghargai perlakuan yangunik tersebut. Bagaimanapun, jika kita ” tidak menyukai” sumber, kitalebih sedikit berkeinginan memaklumi perilaku nonverbal yang tidakmenepati norma - norma sosial, kita memandang pelanggaransecara negatif. (Infante, 2003: 178).
Dengan kata lain jika kita menyukai orang yang melanggartersebut, kita tidak akan terfokus pada pelanggaran yang dibuatnya,justru kita cenderung berharap agar orang tersebut tidak mematuhinorma - norma yang berlaku. Sebaliknya bila orang yang melanggartersebut adalah orang yang tidak kita sukai, maka kita akan terfokuspada pelanggaran atau kesalahannya dan berharap orang tersebutmematuhi atau tidak melanggar norma-norma sosial yang berlaku.
Valensi Ganjaran Komunikator adalah keseluruhan sifat-sifatpositif maupun negatif yang dimiliki oleh komunikator termasukkemampuan komunikator dalam memberikan keuntungan / ganjaranatau kerugian kepada kita di masa datang. Status sosial, jabatan,keahlian tertentu atau penampilan fisik yang menarik darikomunikator dianggap sebagai sumber ganjaran yang potensial.Orang-orang yang masuk dalam kategori ini dalam istilah Burgoondisebut High-Reward Person. Sementara kebodohan atau kejelekanrupa misalnya, dinilai sebagai yang sumber tidak potensial dalammemberikan keuntungan berkomunikasi dan mereka yang beradadalam posisi ini disebut dengan istilah Low-Reward Person. Dalamkonstruk Communicator Reward Valence juga tercakup hasil darikalkulasi atau udit mental tentang apa keuntungan atau kerugian darisuatu transaksi komunikasi dengan orang lain.
NEV Theory mengusulkan sebagai fakta bahwa hal tersebuttidak hanya sesuatu pelanggaran perilaku nonverbal dan reaksikepada nya. Sebagai gantinya, NEV Theory berargumen bahwasiapa yang melakukan berbagai hal pelanggaran masi harusdikelompokkan dalam rangka menentukan apakah suatupelanggaran akan dilihat sebagai negatif atau positif. Tidak samadengan model interaksi nonverbal lainnya seperti teori penimbulanpertentangan / discrepancy arousal theory (Lepoire & Burgoon,1994), NEV Theory meramalkan bahkan suatu “pelanggaran yangekstrim dari suatu harapan” boleh jadi dipandang secara positif jikaitu dilakukan oleh komunikator yang mendapat penghargaan tinggi(Burgoon & Hale, 1988, hal.63). (Infante, 2003: 179).
Di samping tiga konstruk pokok sebagaimana diuraikan diatas, Burgoon juga mengajukan sebelas proposisi yang menjadilandasan teoritisnya (Burgooon, 1978: 129-142). Proposisi-proposisi ini tidak mengalami perubahan sejak penabalan teori inipada tahun 1978. Berikut adalah kesebelas proposisi tersebut :
·         Manusia memiliki dua kebutuhan yang saling berlomba untuk dipenuhi, yakni kebutuhan untuk berkumpul atau bersama samadengan orang lain dan kebutuhan untuk menyendiri (personalspace). Kedua kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi secarabersamaan, harus terpisah satu persatu.
·         Hasrat untuk bergabung dengan orang lain digerakkan ataudiperbesar oleh hadirnya ganjaran dalam konteks komunikasi.Ganjaran tersebut dapat bersifat biologis maupun sosial.
·         Semakin tinggi derajat suatu situasi atau seseorang dianggapmenguntungkan (rewarding), semakin besar kecenderunganorang untuk mendekati seseorang atau situasi tersebut.Sebaliknya semakin tinggi seseorang atau suatu situasidipandang tidak memberikan manfaat semakin besarkecenderungan orang untuk menghindari seseorang atau situasitersebut.
·         Manusia memiki kemampuan untuk merasakan gradasi dalamjarak Pola interaksi manusia, termasuk ruang pribadi atau polajarak, bersifat normatif.
·         Manusia dapat mengembangkan suatu pola tingkah laku yangberbeda dari norma - norma social.
·         Dalam konteks komunikasi manapun, norma-norma adalahfungsi dari faktor (1) karakteristik orang yang berinteraksi, (2)bentuk dari interaksi itu sendiri dan (3) lingkungan sekitar saatkomunikasi berlangsung.
·         Manusia mengembangkan harapan-harapan tertentu padaperilaku komunikasi orang lain. Konsekuensinya tiap orangmemiliki kemampuan untuk membedakan atau setidaknyamemberikan tanggapan secara berbeda terhadap perilakukomunikasi orang lain yang menyimpang atau sejalan dengannorma - norma sosial.
·         Penyimpangan dari harapan - harapan yang muncul akanmembangkitkan tanggapan tertentu.
·         Orang - orang yang berinterkasi membuat evaluasi terhadaporang lain.
·         Penilaian - penilaian yang dilakukan dipengaruhi oleh persepsiterhadap sumber, bila sumber dihormati atau dianggap dapatmemberikan ganjaran maka pesan komunikasinya akandianggap penting pula demikian sebaliknya (Venus: 2004: 484)
·         Communicator Reward Valence atau Penghargaan yangdiharapkan seseorang didalam hidupnya.
Proposisi pertama sebagaimana dinyatakan diatas menurutNeuliep (2000) dirujuk dari konsep - konsep dasar ilmu Antropologi,sosiologi dan Psikologi yang meyakini bahwa manusia adalahmahluk sosial yang memiliki naluri biologis untuk berdekatan atauhidup bersama orang lain. Sebaliknya manusia tidak bisamentoleransi kedekatan fisik yang berlebihan karena manusiamemiliki kebutuhan terhadap ruang pribadi dan privasi.Meski proposisi pertama ini tampaknya berlaku universal,namun kapan dan bagaimana derajat kebutuhan orang untukmenyendiri atau bersama orang lain sepenuhnya ditentukan secarakultural.
Proposisi kedua mengindikasikan bahwa hubungan kitadengan orang lain dipicu oleh ganjaran dalam konteks komunikasi. Dalam hal ini ganjaran tersebut dapat bersifat biologis (makanan, seks, atau rasa aman) atau sosial (rasa memiliki, harga diri atau status). Kebutuhan biologis dapat dipastikan berlaku universal, namun kebutuhan sosial umumnya dipelajari dari lingkungan dan akan berbeda dari satu budaya ke budaya lain. Proposisi ketiga pada dasarnya menegaskan proposisi kedua dengan menambahkan bahwa manusia cenderung tertarik pada situasi yang mendatangkan ganjaran dan menghindari situsiasi komunikasi yang mengakibatkan kerugian. Proposisi ini juga tampaknya bersifat universal, namun perlu dicatat bahwa apa yang dianggap sebagai situasi yang menguntungkan atau merugikan akan dipahami secara berlainan dalam budaya yang berbeda.
Proposisi keempat manusia memiliki kemampuan untuk merasakan berbagai bentuk perbedaan dalam penggunaan jarak berkomunikasi. Atas dasar ini tiap individu dapat mengatakan kapan sesorang berbicara terlalu dekat atau terlalu jauh dengan dirinya. Proposisi kelima terkait dengan penepatan perilaku nonverbal yang bersifat normatif Perilaku normatif disini diartikan sebagai perilaku yang umumnya diterima secara sosial dan memiliki pola - pola yang khas.
Proposisi keenam menegaskan bahwa meskipun tiap-tiapindividu mengikuti aturan - aturan komunikasi verbal dan nonverbalyang normatif, tiap orang juga pada prinsipnya dapat mengembangkan gaya interaksi yang bersifat personal yang khas bagi dirinya sendiri.
Proposisi ketujuh menyatakan bahwa norma–norma komunikasi pada dasarnya merupakan fungsi dari karakteristik pelaku komunikasi (seperti jenis kelamin dan usia), karakteristik interaksi (misalnya derajat keakraban pelaku komunikasi dan status sosial masing - masing), serta karakteristik lingkungan yang meliputi seluruh aspek yang terkait dengan penataan tempat terjadinya peristiwa komunikasi.
Proposisi kedelapan berhubungan dengan unsur kunci teori ini yaitu konsep Ekspektasi. Dalam hal ini Burgon berpendapat bahwa selama proses komunikasi berlangsung pelaku komunikasi mengembangkan harapan harapan tertentu pada perilaku nonverbal orang lain. Siapapun yang menjadi mitra komunikasi kita diharapkan dan diantisipasi berperilaku secara patut sesuai situasi yang dihadapi. Harapan-harapan nonverbal tersebut didasarkan pada norma-norma hudaya yang secara sosial berlaku pada suatu budaya tertentu. Namun demikian, pada kasus-kasus tertentu boleh jadi orang berharap munculnya perilaku yang berbeda yang keluar dari norma-norma yang berlaku.
Proposisi kesembilan terkait dengan unsur kunci NEV theorylainnya yakni Pelanggaran Harapan (Expectancy Violations). Sebagaimana dijelaskan di muka, ketika pengharapan nonverbal seseorang dilanggar, orang tersebut akan bereaksi dengan cara menafsirkan dan mengevaluasi apakah pelanggaran tersebut menguntungkan atau merugikan. Reaksi yang muncul dapat berupa perilaku komunikasi yang bersifat adaptif atau defensif.
Proposisi kesepuluh berkenaan dengan penilaian-penilaian yang dibuat oleh seseorang terhadap perilaku nonverbal orang lain.
Proposisi kesebelas memperjelas bagaimana tindakan evaluatif tersebut dibuat. Dalam hal ini ditegaskan bahwa faktor yang paling menentukan apakah suatu pelanggaran harapan nonverbal akan dinilai positif atau negatif adalah derajat kemampuan komunikator untuk memberikan reward pada mitra komunikasinya atau dalam istilah teori ini disebut Communicator Reward Valence. Burgoon dan Joseph Walther ( 1990) menguji berbagai touch-behaviors, proxemics, dan postures untuk menentukan mana yang diharapkan atau tak diharapkan di dalam komunikasi antarpribadi dan bagaimana harapan dipengaruhi oleh status sumber, daya pikat, dan gender. Beberapa penemuan menunjukkanbahwa jabatan tangan paling diharapkan sedangkan lengan di bahu adalah paling sedikit diharapkan. Perawakan tegap paling diharapkan dan perawakan yang tegang paling sedikit diharapkan.(Infante, 2003: 179)
Suatu studi dengan memanipulasikan nilai penghargaan dari komunikator dan valensi dan ekstrimitas dari perilaku pelanggaran dilakukan untuk menyelidiki interaksi antara siswa dan professor (Lannutti Laliker & Hall, 2001).

Penerapan Dan Keterkaitan Teori
Pada awalnya teori Burgoon ini hanya diterapkan dalam konteks pelanggaran penggunaan ruang dan jarak dalam berkomunikasi (Spatial violations), namun sejak pertengahan tahun 1980-an Burgoon menyadari bahwa perilaku penggunaan ruang dan jarak sebenarnya hanyalah bagian dari sistem isyarat nonlinguistik dalam komunikasi nonverbal. Berdasarkan pertimbangan ini kemudian Burgoon mulai menerapkan teori ini pada aspek aspek komunikasi nonverbal lainnya seperti ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan sampai pada isyarat gestural lainnya. Dengan perluasan ini maka keberlakukan dan pemanfaatan teori ini menjadi semakin luas. Kini teori ini telah hadir di tengah - tengah komunitas ilmuwan komunikasi selama lebih dari dua puluh tahun. Banyak diantara peminat studi komunikasi yang menerapkan teori ini dalam konteks komunikasi antarpribadi. Sayangnya menurut Neulip (2000) Penerapan teori ini dalam konteks antarpribadi pada setting komunikasi antarbudaya terasa sangat kurang sekali. Padahal teori ini merupakan salah satu terobosan untuk dapat memahami dan mengidentifikasi pola-pola perilaku komunikasi berbagai kultur budaya/masyarakat. Dengan memahami teori ini, lanjut Neulip, kita akan lebih mengetahui faktor - faktor apa sebenarnya yang dapat melancarkan transaksi komunikasi kita dengan orang lain yang berbeda budaya. Dalam hal keterkaitan teoritis, dapat dikatakan setidaknya ada tiga teori yang secara langsung atau tidak berkaitan dengan Teori Pelanggaran Harapan Nonverbal. Keempat teori tersebut adalah Proxemics Theory, Anxiety / Uncertainty Management (AUM) Theory, dan Social Exchange Theory (SET).
1.      Proxemics Theory
Proxemics Theory merupakan akar dari perumusan asumsi-asumsi dalam teori pelanggaran harapan nonverbal. Bertolak darikonsep penggunaan ruang dan jarak dalam proksemikalah awalperjalanan teori ini dimulai, karena itu jelas kedua teori ini tidak dapatdipisahkan.
2.      Anxiety / Uncertainty Management (AUM) Theory
Dalam menjelaskan hubungan antara NEV Theory denganAnxiety/Uncertainty Management (AUM) Theory, Ting Tomey danChung (Gudykunst, et-al., 1996) menegaskan bahwa kedua teoritersebut bersifat saling melengkapi. keterkaitan kedua teori tersebutterutama tampak dalam hal penggunaan konsep ekspektasi dalamproses interaksi, konsep ketidaknyamanan dalam komunikasi yangambigu atau tindakan-tindakan mengevaluasi suatu perilakukomunikasi.
3.      Social Exchange Theory
Sementara dengan Social Exchange Theory keterkaitan teoriini dapat dilihat dalam hal penggunaan konsep ganjaran dan kerugian. Dalam hal ini kedua teori ini berpendapat bahwa orang yang dipandang dapat memberikan ganjaran lebih (High-Reward Person) akan menciptakan situasi komunikasi yang lebih favourable (nyaman). Demikian berlaku sebaliknya bagi individu dalam kategori Low-Reward Person.

Evaluasi Dan Perkembangan Teori
Burgoon (Liltlejohn, 1996; Griffin,2000) secara konsisten mengembangkan teori ini sejak penabalannya pada tahun 1978. Beberapa perbaikan yang dengan mudah dapat diidentifikasi diantaranya mencakup penyederhanaan empat konstruk teori ini yang semula meliputi Harapan (Expectancies), Pelanggaran Harapan (Expectancy- Violations), dan Valensi Komunikator (Communicator Valence) dan Valensi Pelanggaran (Violation Valence) menjadi tiga yakni dengan tetap mempertahankan konstruk Harapan (Expectancies), dan Pelanggaran Harapan (Expectancy Violations), serta menggabungkan Valensi Komunikator dan Valensi Pelanggaran menjadi satu konstruk Valensi Ganjaran Komunikator (Communicator Reward Valence). Dalam hal keterandalan teori, James W. Neuliep (2000) menyatakan bahwa tidak sedikit temuan - temuan penelitian yang mendukung teori Pelanggaran Harapan Nonverbal ini. Demikian pula penelitian yang dilakukan Kernahan, Bartholow dan Battencourt (Wise, 2000) yang berjudul Effects of Category-Based Expectancy on Affect-Related Evaluation yang diterbitkan dalam Journal of Basic and Applied Social Psychology edisi 22/2000 juga mendukung keberlakuan teori Pelanggaran Harapan Nonverbal dalam konteks komunikasi antarbudaya. Meski banyak dukungan diberikan oleh ilmuwan komunikasi terhadap keberlakuan teori Pelanggaran Harapan Nonverbal, namunteori ini tidak terbebas dari kritikan. Salah satunya disampaikanGriffin (2000) yang menyatakan bahwa teori ini tidak sepenuhnya memperhitungkan mengenai hubungan timbal balik di antara pelaku komunikasi dalam suatu proses interaksi. Tampak jelas bahwa penilaian terhadap pelanggaran nonverbal dilakukan hanya oleh pihak yang dilanggar bukan oleh kedua belah pihak.

(Dari berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts